Profil Burgerkill
MENDENGAR nama BURGERKILL, buat kamu yang biasa berkiprah di scene underground tentu bukan nama baru lagi. Maklumlah, band yang mengusung hardcore ini termasuk 'bangkotan' di kancah musik yang kerap dituding "menonjolkan kegelapan" itu.
Lahir secara "iseng -iseng" (begitu kata Ebenk, gitaris) tahun 1995 di daerah Ujung Berung (daerah ini sering disebut Bandung Coret, karena berada di pinggiran -red), BK mengambil nama plesetan dari sebuah restoran di sekitar markas mereka.
Mungkin awalnya hanya sebagai side project dari Ebenk yang sebelumnya sudah "terjun" di scene underground di Jakarta, sebelum meneruskan sekolah di Bandung. Cita-cita mereka berubah lebih serius ketika single mereka masuk di CD Kompilasi band-band Bandung garapan Richard Mutter (dramer PAS Band -red) bertajuk masaindahbangetsekalipisan tahun 1997.
Ketika mereka masuk ke SONY MUSIC dan merilis album baru BERKARAT, ada beberapa kalangan yang menuduh BK berkhianat. Selama ini memang masih ada anggapa, major label dan indie label adalah "dua kubu" yang saling berseberangan. Lalu bagaimana tanggapan Ivan (vokalis), Ebenk (gitar), Agung (gitar), Andris (bas), dan Toto (dram) tentang tudingan itu. Lalu apa bedanya ketika masuk label besar dengan "masa-masa" ber-indie? Djoko Moernantyo dari TEMBANG.com mewawancarai secara khusus band yang personilnya memlih musik sebagai jalan hidup mereka.
Apa tanggapan kalian dengan tudingan sebagian komunitas scene underground sebagai pengkhianat, lantaran masuk ke label major?
Kalau dari kita, terserah bagaimana mereka menyikapi apa yang kami putuskan ini. Yang jelas, meski kami masuk ke label besar, kami masih diberi kebebasan untuk memilih warna musik kami. Kita dibebaskan untuk mengemas konsep musik, lirik, sampai konsep video